Sampurasun dan Rampes memang tidak dapat dipisahkan. Ketika ada
orang yang mengucap sampurasun maka jawabannya rampes. Dalam kesempatan
acara sosialisasi tentang perundang-undangan Lingkungan Hidup, Itoc
sempat bertutur soal kebiasaannya mengucapkan sampurasun. Sampurasun,
Rampes artinya, tolong maafkan kami. “Mohon maaf takut ada kesalahan”,
kata Itoc.
Ia mengatakan pengucapan kata Sampurasun yang dijawab Rampes merupakan
salah satu kearifan lokal terutama bagi masyarakat Sunda. Meskipun saat
ini, dihadapkan pada kemajuaan zaman di era globalisasi bukan berari
melupakan nilai-nilai budaya lokal. “Bumi dan tanah ini tidak berpindah,
yang bergerak adalah manusiannya. jadi meskipun zaman sudah maju bukan
berarti harus melupakan budaya lokal. Nilai-nilai budaya harus tetap
terpelihara dan dilestarikan,” ujarnya.
Kendati sudah akrab ditelinga, tidak salahnya untuk mengetahui filosofi kata sampurasun.
Dalam sejarahnya peradaban Sunda, kata Sampurasun merupakan singkatan dari Sampura
(hampura) yang artinya punten. Kata ini singkatan dari “abdi
nyuhungkeun dihapunten” (Saya mohon dimaafkan). Sehingga, ketika
seseorang mengucapkan Sampurasun maka jawabannya yaitu rampes, artinya
baik dimaafkan (mangga dihapunten). Maka kata Sampurasun Rampes menjadi
frase yang pengucapannya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Kata ini biasa dipakai orang Sunda ketika bertamu ke rumah orang.
Dipakai pula untuk menyapa khalayak sebagai kata pembuka dalam
kesempatan berpidato maupun memberikan sambutan. Atau kata yang ditulis
saat mengawali kalimat dalam surat. Sampurasun boleh jadi hanya secuil
dari bentuk pelestarian kearifan lokal. Paling tidak, kata sederhana itu
paling mudah dilakukan dan dipraktekan dalam perilaku kehidupan
sehari-hari. Meskipun sejatinya, kearifan lokal dalam tatakrama Sunda
tidak sekedar kata sampuran.
 |
Add caption |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar